Kawal Program Makan Bergizi Gratis, Kasipenkum Kejati Sulsel Ajak Kepala Desa Pahami Aturan Hukum

Kawal Program Makan Bergizi Gratis, Kasipenkum Kejati Sulsel Ajak Kepala Desa Pahami Aturan Hukum

 

KEJATI SULSEL, Makassar— Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi hadir sebagai narasumber pada Rapat Kerja Akhir Tahun dan Bimbingan Pelaksanaan Program Makan Siang Gratis dengan Pelibatan Pemerintah Desa di Sulawesi Selatan, Jumat (27/12/2024) di Hotel Almadera Makassar.

Soetarmi membawakan materi terkait “Analisa Hukum Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis pada Tingkat Desa”. Kegiatan ini dilaksanakan Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPD APDESI) Provinsi Sulawesi Selatan.

Soetarmi menjelaskan dasar hukum pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis. Salah satunya termuat dalam Asta Cita yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto pada poin 4 dan 6. 

“Program ini bertujuan untuk mencukupi gizi anak-anak Indonesia, mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak (stunting) hingga berdampak luas untuk memberdayakan UMKM dan meningkatkan ekonomi di daerah,” kata Soetarmi.

Soetarmi mengajak kepala desa memaksimalkan fungsi BUMdes dan PKK untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis. Terutama menjadi pemasok bahan baku untuk program yang memiliki anggaran pada tahun 2025 sebesar Rp71 Triliun secara nasional ini. 

Dalam kesempatan itu, Kasi Penkum Kejati Sulsel juga mengingatkan kepala desa se-Sulsel untuk berhati-hati dalam mengelola anggaran program MBG. Termasuk dalam pengelolaan Dana Desa yang pada tahun 2025 di Sulsel mencapai Rp2,02 Triliun untuk 2.266 desa.

“Data tahun 2023, kasus korupsi banyak terjadi di desa. Ada enam modus korupsi pada dana desa, penggelembungan dana atau mark up, anggaran untuk urusan pribadi, proyek fiktif, tidak sesuai volume/spesifikasi, laporan palsu dan penggelapan,” jelas Soetarmi.

Soetarmi menyebut ada 4 faktor penyebab pemicu kasus korupsi dana desa. Pertama minimnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa. Kedua, belum optimalnya fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam mengawasi penggunaan dana desa. Ketiga, keterbatasan atau ketidaksiapan kepala desa termasuk perangkat desa dalam mengelola dana dalam jumlah besar. Terakhir, minimnya kesadaran kepala desa terkait pentingnya hukum.

Untuk itu, Soetarmi mengajak kepala desa melek soal hukum. Bisa dengan menggandeng Aparat Penegak Hukum (APH), seperti dengan program Jaksa Jaga Desa di Kejaksaan RI. 

“Ayo teman-teman kepala desa jadikan jaksa sebagai sahabat. Kami siapkan program Jaga Desa dan bisa juga lakukan konsultasi pada bidang Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) di Kejaksaan. Ini layanannya gratis, bisa dibahas permasalahan hukum yang ada di desa,” ajak Soetarmi.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan

Berita Nasional


Berita Lainnya