WAKAJATI SULSEL MENGIKUTI EKSPOSE PERKARA PENGAJUAN RESTORATIVE JUSTICE PERKARA PENGANIAYAAN DAN PENCURIAN
Rabu (04/09/2024), Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Dr. Teuku Rahman, SH.,MH mengikuti 2 (dua) ekspose perkara untuk dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ) yaitu dari Kejari Bantaeng dan Cabjari Bone di Lappariaja di Ruang Coment Centre lantai 1 Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Ekspose perkara untuk Penghentian Penuntutan ikut dihadiri Koordinator Pidum Akbar, SH., MH. dan Kasi Teroris dan Kejahatan Lintas Negara pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Parawangsa S. Tjanggo, SH., MH. dan diikuti secara virtual Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Bone di Lappariaja beserta jajaran. Adapun Perkara Tindak Pidana yang dimohonkan Restorative Justice (RJ), yaitu;
Kejaksaan Negeri Bantaeng mengajukan 1 (satu) perkara untuk dimohonkan Restorative Justice (RJ) yaitu Perkara Tindak Pidana Pencurian melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP JO. Pasal 367 ayat (2) KUHP subsidiair : 362 KUHP JO. Pasal 367 ayat (2) KUHP, yang dilakukan oleh Tersangka Rachmat Alkadri Bin Kasrid (26 tahun) terhadap korban atas nama Darmawati R Binti H. Ramlan. Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Bantaeng karena Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) Tahun, telah ada perdamaian kedua belah pihak dan tersangka dan saksi korban masih ada hubungan keluarga.
Adapun kronologis perkara, kejadian pada pada bulan April Tahun 2024, saat itu korban yang juga orang tua tersangka, Darmawati R Binti H. Ramlan dan Saksi Kasrid Bin H. ABD Kadir pergi meninggalkan rumah mereka yang beralamatkan di BTN Lamalaka Indah Kel. Lembang Kec. Bantaeng Kabupaten Bantaeng dikarenakan tersangka sering mengamuk di rumah. Tersangka yang ditinggal sendiri lalu berpikiran mengambil dan menggadai barang-barang milik orang tuanya berupa 1 unit speaker, 2 buah kaligrafi hiasan dinding, 1 set sofa, 1 unit kulkas, 1 set springbed dan 1 unit meja makan. Korban yang mengetahui adanya penjualan beberapa perabot itu lalu melapor ke Polres Bantaeng. Petugas kepolisian lalu mengamankan tersangka dan dilakukan penangkapan yang kemudian dibawa ke Polres Bantaeng guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Cabang Kejaksaan Negeri Bone di Lappariaja mengajukan 1 (satu) perkara untuk dimohonkan Restorative Justice (RJ) yaitu Perkara Tindak Pidana yang Melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP, yang dilakukan oleh tersangka Risal Alias Risa Bin Jaga (53 tahun) terhadap korban atas nama korban Herman P (50 tahun). Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Cabjari Lappariaja karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, luka gores yang terdapat pada leher korban telah pulih dan tidak lagi mengganggu aktivitas korban, telah ada perdamaian kedua belah pihak dan Tersangka dan saksi korban masih ada hubungan keluarga.
Adapun kronologis perkara, pada hari Sabtu, 20 April 2024, sekitar pukul 08.00 Wita, di Dusun Alekale, Desa Mattaropuli, Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone tersangka Risal melakukan penganiayaan terhadap korban Herman. Peristiwa ini berawal dari masalah yang terjadi sekitar sepuluh tahun lalu antara tersangka dan korban. Pada tanggal 20 April 2024, saat keduanya bertemu di kebun milik korban, tersangka mengancam korban dengan mengatakan bahwa dia berniat membunuhnya. Tersangka kemudian memegang baju depan korban dengan tangan kiri, dan meskipun korban mengingatkan bahwa tersangka akan ditangkap polisi, tersangka tetap berusaha untuk membunuhnya. Tersangka menarik baju korban, memasukkan kepala korban ke dalam ketiaknya, menindih kepala korban dengan lengan, dan menghunuskan parang ke tengkuk korban. Perbuatan tersangka menyebabkan luka berupa luka gores pada kepala bagian belakang sebelah kiri.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Teuku Rahman berpesan “bahwa keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”.